Founder liga basket pelajar Development Basketball League (DBL) Azrul Ananda mengaku bangga bisa ikut hadir dalam Indonesia Sports Summit (ISS) 2025 yang digelar di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan selama dua hari, 6 dan 7 Desember.
Founder liga basket pelajar Development Basketball League (DBL) Azrul Ananda mengaku bangga bisa ikut hadir dalam Indonesia Sports Summit (ISS) 2025 yang digelar di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan selama dua hari, 6 dan 7 Desember.(foto:Gilang/kemenpora.go.id)
Jakarta: Founder liga basket pelajar Development Basketball League (DBL) Azrul Ananda mengaku bangga bisa ikut hadir dalam Indonesia Sports Summit (ISS) 2025 yang digelar di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan selama dua hari, 6 dan 7 Desember.
“Saya bangga sekali karena dua hari ini segala elemen di Indonesia membicarakan olahraga. Itu sesuatu yang luar biasa,” ucap Azrul saat menjadi penanggap pemaparan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dalam sesi kedua forum ISS bertema “Sports & Education: Building The Next Generation of Athletes”, Minggu (7/12) sore.
Azrul mengaku bahagia karena untuk pertama kalinya selama 20 tahun lebih menjalankan DBL bisa bertemu bersamaan dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti serta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir membahas perihal pengembangan prestasi olahraga di tingkat pelajar.
“Alhamdulillah, terima kasih Bang Erick, hari ini akhirnya bisa bertemu antara student dan athlete. Jadi buat saya pribadi ini hari yang bersejarah,” ujar Azrul.
Dengan pengalaman dua dekade menggelar turnamen pelajar di berbagai daerah Nusantara, Azrul memahami bagaimana kondisi olahraga prestasi di tingkat pelajar. Karena itu dia menyambut baik rencana pengembangan prestasi olahraga di tingkat pendidikan dasar dan menengah yang disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti.
“Misalnya bagaimana memaksimalkan bakat anak di olahraga, bagaimana dengan kerja sama lapangan sekolah karena keterbatasan. Karena memang salah satu kendala utamanya adalah ketiadaan fasilitas olahraga,” ungkap Azrul.
Pria 48 tahun ini meyakini olahraga di sekolah itu bukan sekadar olahraga untuk kesehatan maupun olahraga untuk prestasi. Melainkan olahraga harus menjadi sesuatu yang wajib, menjadi suatu kesadaran dan bukan sekadar perintah. Hal ini merujuk pengalamannya saat menjalani pertukaran pelajar di Amerika Serikat.
“Saat saya bersekolah SMA di Amerika Serikat, saya mengetahui bahwa di sana olahraga itu bukan seminggu sekali, tetapi setiap hari. Ketika jam 8 pagi datang ke sekolah itu pasti olahraga satu jam. Baru setelah itu pelajaran sampai sore, jam 3,” kenang Azrul.
“Sehabis itu kalau siswanya ikut tim olahraga seperti basket atau atletik, mereka latihan lagi jam 4 sampai jam 6. Jadi anak-anak itu capek terus, tidak sempat nakal. Karena kita selalu olahraga,” imbuhnya.
Menurut Azrul, olahraga setiap hari yang diterapkan di Amerika Serikat telah memberikan manfaat nyata bagi para pelajar. Dia mencontohkan tinggi badannya yang naik lima sentimeter dan berat badannya yang bertambah 15 kilogram karena melakoni olahraga setiap hari di sana.
“Jadi saya bisa membayangkan kalau kebijakan olahraga ini bisa kita maksimalkan di sekolah-sekolah di Indonesia, kualitas anak-anak indonesia kita ke depannya pasti akan lebih baik, tidak akan ada lagi kendala fisik dan lain-lainnya,” sebut pria kelahiran Samarinda ini.
Dengan begitu, menurut Azrul, akan bisa ditemukan atlet-atlet potensial dari anak-anak Indonesia yang selama ini tidak diketahui bakat yang dimilikinya. Apalagi bila nantinya terjalin sinergi Kemenpora dengan Kemendikdasmen, dia meyakini akan lebih mudah lagi dalam menemukan keberadaan atlet-atlet ini.
“Jadi mohon teman-teman semua, kita dukung supaya pendidikan di Indonesia ini lebih memikirkan olahraga,” ajak Azrul. (luk)