Lifter muda Indonesia asal Punung, Pacitan, Jawa Timur, Luluk Diana Tri Wijayana mampu menunjukkan bahwa dengan tekad, kerja keras, disiplin dan mental petarung mampu mengubah segalanya.
Lifter muda Indonesia asal Punung, Pacitan, Jawa Timur, Luluk Diana Tri Wijayana mampu menunjukkan bahwa dengan tekad, kerja keras, disiplin dan mental petarung mampu mengubah segalanya.(foto:NOC Indonesia)
Jakarta: Lifter muda Indonesia asal Punung, Pacitan, Jawa Timur, Luluk Diana Tri Wijayana mampu menunjukkan bahwa dengan tekad, kerja keras, disiplin dan mental petarung mampu mengubah segalanya.
Hal itu, ia buktikan usai berjuang di SEA Games 2025 Thailand lalu saat ia berhasil meraih medali emas pertama untuk tim angkat besi Indonesia di kelas 48 kg putri dengan total angkatan 184 kg.
Sejak usia 12 tahun, Luluk telah menekuni cabang olahraga angkat besi secara serius di bawah bimbingan pelatih. Nama gadis kelahiran Pacitan, 9 Agustus 2005 ini mulai dikenal luas ketika ia menjuarai IWF Youth World Championships 2022 di Meksiko. Di ajang itu, ia meraih emas kelas 49 kilogram dengan total angkatan 170 kilogram, menandai statusnya sebagai juara dunia remaja.
Pada pertandingan di Thailand (13/12) itu, setelah tampil sempurna di snatch dengan angkatan 79 kg, 82 kg, dan 84 kg, tantangan datang di clean and jerk. Pada percobaan kedua 98 kilogram gagal akibat sabuk pinggangnya yang terlepas.
Di situasi genting seperti itu, banyak atlet memilih langkah aman. Namun, Luluk justru menaikkan bebannya ke 100 kg pada percobaannya yang terakhir. Keputusan berani itu lahir dari perhitungan matang, pengalaman latihan, dan luka lama yang ingin ia sembuhkan.
Di Kejuaraan Dunia Remaja dan Junior 2025 Peru, Luluk pernah gagal total di clean and jerk. Trauma itu sempat menghantui. Di SEA Games Thailand ini akhirnya ia menantang ketakutannya sendiri dan hasilnya berbuah manis, luka itu benar-benar ia sembuhkan.
“Good lift” kata juri, tetapi ketegangan justru baru dimulai. Nama Luluk berada di puncak papan skor dengan total 184 kilogram, hanya unggul satu kg dari lifter tuan rumah, Thanyathon Sukcharoen. Sementara, tiga pesaing lain masih memiliki satu kesempatan terakhir dengan target 102 kg, dimana menjadi satu-satunya cara untuk mengalahkan Luluk.
Bersama pelatih, Luluk hanya menunggu dan berdoa. Pelatih Samsuri menutup tubuhnya dengan handuk, menjaga suhu otot agar tetap hangat. Satu per satu pesaing gagal mengangkat 102 kg. Ketika namanya dipanggil ke podium, Luluk bahkan belum sepenuhnya sadar bahwa ia telah menjadi juara. Tangisnya pecah saat Indonesia Raya dikumandangkan.
"Saya sangat senang dan terharu atas capaian ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan saya," ujarnya. Baginya capaian medali emas adalah simbol ketahanan, keyakinan, dan keberanian serta mental juara yang mampu mengubah segalanya.(ben)