Ultimatum Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Erick Thohir, kepada empat cabang olahraga (cabor) yang terlibat dualisme kepengurusan untuk segera menyelesaikan sengketa, menjadi bukti ketegasan dan keseriusan dalam menangani konflik kepentingan yang melanda beberapa federasi cabor selama ini.
            Ultimatum Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI)  Erick Thohir, kepada empat cabang olahraga (cabor) yang terlibat dualisme kepengurusan untuk segera menyelesaikan sengketa, menjadi bukti ketegasan dan keseriusan dalam menangani konflik kepentingan yang melanda beberapa federasi cabor selama ini.(foto:dok/kemenpora.go.id)
          Jakarta: Ultimatum Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Erick Thohir, kepada empat cabang olahraga (cabor) yang terlibat dualisme kepengurusan untuk segera menyelesaikan sengketa, menjadi bukti ketegasan dan keseriusan dalam menangani konflik kepentingan yang melanda beberapa federasi cabor selama ini.
Dualisme kepengurusan pada cabang tenis meja, anggar, tinju, dan sepak takraw ini sudah berjalan bertahun-tahun yang membawa dampak perpecahan pada cabor-cabor tersebut, bahkan juga mengorbankan para atlet karena mereka tidak bisa membawa nama bangsa bertanding di berbagai ajang internasional.
Tentu masalah tata kelola olahraga prestasi yang berlarut-larut ini menjadi prioritas untuk segera diselesaikan, demi terwujudnya kedigdayaan Indonesia di pentas olahraga dunia sesuai Asta Cita Presiden Prabowo. Karena tidak bisa dipungkiri, keharmonisan pengurus cabor juga menjadi motor utama yang akan mengantarkan gelar juara.
“Masalah dualisme ini harus segera diselesaikan. Setelah itu baru kita bisa konsolidasi Desain Besar Olahraga Nasional. Selanjutnya kita bisa bicara mengenai PON, SEA GAMES, ASIAN GAMES dan Olimpiade akan seperti apa,” ujar Menpora Erick.
Untuk itu Kemenpora menghimbau agar KOI dan KONI mengambil peran strategis untuk bisa berembuk dan mendorong penyelesaian sengketa kepengurusan pada empat cabor tersebut, secara musyawarah dan mufakat sesuai Undang-Undang Keolahragaan.
Hal ini tertuang dalam surat yang dikirimkan Menpora kepada Ketua Umum KOI dan KONI pada 1 Oktober lalu. Menpora juga memberikan batas waktu penyelesaian sengketa paling lambat tiga bulan sejak surat dikirimkan, yaitu sampai akhir Desember 2025.
“Kami di Kemenpora telah melakukan instropeksi dengan perbaikan tata kelola internal, maka kami ingin KOI, KONI dan para pengurus federasi olahraga juga bisa melakukan intropeksi masing-masing dan duduk bersama untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Karena musyawarah adalah landasan membangun bangsa dan negara,” kata Menpora Erick.
Kini sebulan telah berlalu sejak surat disampaikan. KOI, KONI dan para pengurus cabor hanya memiliki sisa waktu dua bulan untuk menindaklanjuti tugas menyelesaikan dualisme di tubuh federasi empat cabang olahraga tersebut. Jika sampai akhir Desember 2025 masalah ini belum juga tuntas, maka Kemenpora akan mengambil langkah yang diperlukan demi keberlangsungan pembinaan olahraga nasional sehingga para atlet dapat berkompetisi di berbagai ajang tingkat nasional maupun internasional.
“Tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan sengketa kepengurusan cabang olahraga ini. Jika sampai akhir tahun tidak kunjung tuntas, maka kami Kemenpora akan mengambil alih dan membuat keputusan untuk menyelamatkan para atlet kita, menyelamatkan prestasi olahraga kita. Sudah terlalu lama para atlet menjadi korban. Maka saya ingatkan kembali kepada para pihak untuk melepaskan kepentingan pribadi dan ego masing-masing demi kejayaan olahraga kita,” tutup Menpora Erick.(dok)