Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Zainudin Amali menyampaikan apresiasi kepada Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 karena sukses menggelar kegiatan multi event olahraga tertinggi di dunia tersebut meski dalam situasi pandemi COVID-19.
Jakarta: Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Zainudin Amali menyampaikan apresiasi kepada Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 karena sukses menggelar kegiatan multi event olahraga tertinggi di dunia tersebut meski dalam situasi pandemi COVID-19.
Olimpiade Tokyo sendiri digelar sejak tanggal 23 Juli – 8 Agustus 2021. Upacara penutupan olimpiade ini berlangsung di Olympic Stadium, Tokyo, Jepang, Minggu (8/8) malam WIB.
“Tentu kita mengapresiasi suksesnya penyelenggaraan olimpiade ini, mengapresiasi kerja panitia dan juga mengapresiasi IOC sebagai penanggung jawab utama dari kegiatan multi event olahraga internasional ini,” ujar Menpora Amali.
Selain itu, Menpora Amali mewakili pemerintah menyampaikan apresiasi kepada pelatih, atlet, dan tenaga pendamping serta Komite Olimpiade Indonesia atau NOC Indonesia atas upaya maksimal dan kerja sungguh-sungguhnya dalam ajang ini.
“Saya kira pemerintah mengapresiasi, menyampaikan terima kasih kepada Ketua Umum NOC Indonesia atau Komite Olimpiade Indonesia dan jajaran. Kepada para atlet, para pelatih, tenaga pendukung dan tentu pimpinan-pimpinan cabor yang dimana atletnya sudah berlaga di Olimpiade Tokyo,” pungkasnya.
Menurut Menpora Amali, kesuksesan Jepang dalam menyelenggarakan kegiatan multi event olahraga walaupun di tengah-tengah pandemi COVID-19 harus dijadikan pelajaran bagi Indonesia yang nanti akan menyelenggarakan event olahraga baik itu multi event maupun single event.
“Pelajaran berharga dari penyelenggaraan olimpiade akan kita jadikan sebagai bahan untuk pengalaman kita menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dalam negeri,” jelasnya.
Selain itu, Menpora Amali mengungkapkan, kaitan dengan prestasi, dalam ajang olimpiade kali ini banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik. Bahkan banyak terjadi kejutan dimana atlet yang sebelumnya diunggulkan, justru harus gugur di babak di awal-awal atau babak penyisihan.
“Olahraga ini dinamis, sehingga perkiraan-perkiraan atau analisis-analisis yang kita tetapkan di awal itu bisa saja berubah dan berbeda dengan kenyataan,” jelasnya.
Menurut dia, para atlet dan offisial sudah sangat luar biasa untuk mempertahankan, jangan sampai Indonesia akan bernasib seperti negara-negara yang lain. Bahkan negara-negara tetangga Indonesia yang jumlah kontingen lebih banyak tapi tidak memperoleh medali.
“Kalau dilihat perolehan kita misalnya menggunakan ukuran sebagaimana yang kita terapkan di 2016 Olimpiade Rio de Janeiro kita nggak jelek-jelek amat. Bahkan perolehan medalinya, kalau dari jumlah kita lebih dari apa yang kita peroleh di Rio de Jeneiro,” ungkap Menpora Amali.
Namun demikian, sejalan dengan adanya Grand Design Olahraga Nasional atau Desain Besar Olahraga Nasional maka paradigma juga berubah yakni menjadikan olimpiade sebagai target utama. Sementara Asian Games dan SEA Games hanya menjadi sasaran antara saja. Sehingga target di olimpiade pun berubah yakni perbaikan peringkat, bukan lagi perolehan medali tiap cabang olahraga.
“Karena ini hal yang baru dan ini adalah affirmative action yang kita harus ambil untuk menyahuti arahan bapak presiden supaya kita bisa melakukan review total terhadap ekosistem pembinaaan Olahraga Nasional. Maka, mau tidak mau kita harus lakukan ini. Kalau kita ingin mengejar ketertinggalan dan prestasi olahraga kita, maka jalan ini harus kita lalui. Blue print, peta jalan ini juga harus kita lakukan dengan segala konsekuensinya,” pungkasnya.
Sementara itu, terkait melorotnya posisi Indonesia dari target sebelumnya yakni menempati urutan 40 atau perbaikan dari Olimpiade Rio de Janeiro 2016 lalu yang menempati urutan 46. Menurutnya, Indonesia yang menempati posisi 55 saat ini disebabkan oleh dinamisnya olahraga dimana negara-negara yang pada Olimpiade Rio de Jeneiro bahkan tidak masuk rangking olimpiade kini mereka banyak meraih medali.
“Saya kira kalau kita menggunakan ukuran medali kita malah bertambah. Tetapi kita sudah mau merubah paradigma dengan menghitung ranking, maka ini harus juga menyesuaikan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata dia, parameter-parameter yang dijadikan untuk mengukur olimpiade ke olimpiade kurang tepat. Misalnya, Olimpiade Tokyo diukur dari Olimpiade Rio de Jeneiro karena ada contohnya beberapa negara yang tadinya tidak memperoleh medali akhirnya dapat medali.
“Akhirnya kita menyadari bahwa DBON atau Desain Besar Olahraga Nasional harus segera jalan. Tidak ada pilihan lain buat kita. Karena kita akan menatap Olimpiade Paris 2024,” harapnya.(ded)